Sabtu, 20 September 2014

Pesona Kampung Suku Sasak SADE, Lombok


Gadis Sasak Menjual Kain dan Tenun Lombok
Melancong ke Pulau Lombok, rasanya belum lengkap kalau belum mengunjungi Kampung Suku Sasak “SADE” di Pulau Lombok. Kampung Sade merupakan salah satu kampung yang masih menjaga tradisi Suku Sasak hingga sekarang. Dari sisi bangunan rumah, adat istiadat, dan budaya hingga sekarang, masih terjaga. Kampung Sade terletak di Desa Rimbitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
 
Selamat Datang di Kampung Sasak SADE
Adanya Bandara Internasional Lombok Praya, yang baru diresmikan akhir 2011 juga menjadi berkah tersendiri bagi warga Kampung Sade. Dari bandara baru ini, jaraknya hanya sekitar 10 km, atau perjalanan sekitar 15 menit. Hal ini tentu saja memudahkan bagi para wisatawan untuk langsung membelokkan kendaraannya begitu sampai ke Pulau Lombok.
Bandara Internasional Lombok (BIL) Praya
Perjalanan dari Bandara ke Kampung Sade melewati jalanan beraspal yang berkelok kecil. Di sekitar kanan dan kiri jalan terdapat lahan pertanian yang luas. Saat saya datang dan mampir berkunjung, lahan pertanian ini kebanyakan sedang ditanam jagung.
Hiasan Lokal Khas Lombok
Sesekali, kami berpapasan dengan mobil bak terbuka yang mengangkut daun-daun kering seperti jerami. Saya pikir itu jerami padi yang dikeringkan. Ternyata bukan, itu adalah alang-alang yang dikeringkan untuk dijadikan atap rumah adat, ataupun atap rumah-rumah yang ada di Bali. Ya, alang-alang itu ternyata menunggu pembeli dari Bali untuk dijadikan atap villa, hotel, ataupun rumah makan yang berciri tradisional. Atap-atap tradisional yang ada di Bali memang banyak yang berasal dari Lombok.
Selamat Datang di Kampung Sasak Sade
Akhirnya, sampai juga kami ke Kampung Sade. Di pintu masuk, terdapat semacam gapura besar yang menandakan bahwa kita memasuki kampung dengan suasana tradisional. Tersedia lahan parkir yang cukup luas, yang muat untuk berbagai kendaraan, termasuk bis wisata. Di sekitar tempat parkir terdapat banyak warung penjaja makanan.
Salah seorang tour guide lokal langsung menyambut kedatangan kami. Tanpa basa-basi, dia langsung nyerocos mengucapkan selamat datang kepada kami, dan memberikan penjelasan singkat tentang Kampung Sade. Kampung Sade ini terdiri dari 150 rumah dengan 700 orang jiwa. Mereka masih mempertahankan tradisi hingga sekarang.
Disambut Tour Guide Lokal
Suku Sasak adalah suku asli Pulau Lombok. Selain Kampung Sade, sebenarnya ada tiga desa yang masih mempertahankan budaya Suku Sasak, yaitu di Desa Bayan, Sade, dan Rambiten. Namun demikian, yang paling banyak dikunjungi wisatawan ya Desa Sade dan Rambiten yang memang relatif lebih dekat dari Mataram.
Tradisi Menenun Yang Turun Temurun
13483743731128610899
Seorang Ibu Tua Bersama Penulis, Memintal Kapas
Mata pencaharian kaum pria Sasak di Kampung Sade kebanyakan adalah petani. Dengan menjadi desa wisata, sebagian kemudian berprofesi sebagai tour guide. Sedangkan para wanita banyak yang pintar memintal kain tenun sasak. Dan dengan adanya wisatawan yang banyak berkunjung, hampir setiap rumah di Kampung Sade menjajakan oleh-oleh khas Lombok mulai dari tenun, kaos, gantungan kunci, patung, dan berbagai pernak-pernik kecil khas Lombok.
1348374443831174105
Gantungan Kunci Cicak "Keberuntungan" dari Tanduk Kerbau
Saluran air tersedia melalui sumur-sumur tradisional. Rumah-rumah dibangun dengan bahan-bahan alam yang terdapat di sekitar kampung. Salah satu bangunan yang menonjol yang menjadi ikon di sini adalah bangunan lumbung padi yang sangat khas. Lumbung padi ini dibuat untuk menampung hasil panen dari para penduduk kampung. Dengan adanya lumbung padi yang dikelola bersama ini, tidak ada kekhawatiran kelaparan.

Jumat, 12 September 2014

                                                                           sade sasak                                                              

Bila anda suatu saat berlibur ke Pulau Lombok, sempatkanlah mampir sejenak di Desa Sade yang berada di Lombok Tengah.  Desa wisata ini menawarkan pengalaman unik kepada wisatawan dengan melihat dari dekat kehidupan sehari - hari suku Sasak, suku asli yang mendiami Pulau Lombok.  Lokasinya juga tidak jauh dari Bandara Internasional Lombok (BIL).  Anda hanya membutuhkan waktu 20-30 menit saja untuk mencapai Desa Sade dan merasakan denyut nadi suku Sasak di desa ini.  Bagi anda yang berniat melakukan perjalanan menuju Pantai Kuta dan Pantai Tanjung Aan, anda akan melewati desa ini.  Saya sendiri merasakan ketertarikan yang begitu dalam ketika melewati desa ini dalam perjalanan menuju Pantai Kuta dan Pantai Tanjung Aan. Niat untuk singgah dan berkeliling di desa wisata ini akhirnya baru kesampaian setelah kunjungan ketiga kalinya ke Bumi Mandalika ini.








































Siang itu, setelah saya dan rombongan disuguhi pemandangan indahnya Pantai Tanjung Aan, dalam perjalanan menuju Mataram kami pun diajak mampir di Desa Sade.  Atmosfir desa tradisional pun langsung menghinggapi saya ketika melangkahkah kaki melewati gapura desa.  Desa tradisional yang bersih dan tertata rapi.  Begitulah kesan pertama saya memasuki desa ini.  Beruntung, siang itu kami ditemani seorang pemandu yang merupakan pemuda desa setempat.  Setelah mengisi buku tamu dan memberikan sumbangan seikhlas hati untuk perawatan desa, kami pun mulai berkeliling.  Untaian kain berjajar rapi dan aneka cendramata khas Lombok ditawarkan hampir di setiap rumah yang ada di desa ini.  Anda dapat memilih aksesoris setempat seperti kalung, gelang ataupun wadah perhiasan sebagai oleh - oleh dari Lombok. Beberapa motif yang sering menghiasi aksesoris tersebut biasanya berupa cicak, simbol keberuntungan menurut masyarakat setempat.


Menurut keterangan dari pemandu kami, Desa Sade memiliki luas lebih kurang 6 ha dan ditinggali oleh 152 kepala keluarga.  Hanya ada 152 rumah disana dan pemerintah daerah setempat bersama - sama dengan pemangku adat desa memang mempertahankan keaslian adat istiadat lokal di desa ini. Menurut peraturan desa, warga tidak boleh membangun pemukiman baru lagi di Desa Sade. Sebagian besar warga Desa Sade hidup dari kegiatan bertani, pengrajin kain tenun ikat khas Lombok dan pengrajin cinderamata.

Selain kain tenun ikat yang dikerjakan secara tradisional, benang untuk menenun pun biasanya dipersiapkan sendiri oleh suku Sasak dengan cara dipintal.  Setelah selesai dipintal,benang pun ditenun sehingga menjadi kain tenun ikat dengan berbagai motif dan corak.










































Setelah puas melihat proses pembuatan kain tenun ikat dan proses pemintalan benang yang dikerjakan oleh warga setempat, kami pun melanjutkan berkeliling desa wisata ini.  Sang pemandu pun menawarkan kami untuk singgah dan melihat ke dalam salah satu rumah yang ada di Desa Sade. Setelah meminta izin kepada pemilik rumah, kami pun masuk melalui pintu depan rumah yang ukurannya tidak seperti pintu rumah biasanya. Tinggi pintunya hampir setinggi ukuran dewasa malah mungkin lebih rendah lagi. Itu perkiraan saya ketika akan melangkah masuk ke dalam rumah. Pemandu pun mengingatkan kami untuk membungkukkan badan ketika melewati pintu depan rumah agar kepala tidak terbentur bagian atas pintu.  Salah satu keunikan rumah di desa ini adalah pintu untuk keluar masuk rumah hanya ada 1 saja, yaitu dibagian depan rumah.
Rumah suku Sasak ini begitu sederhana.  Rumah yang berukuran sekitar 7 x 5 meter itu dibagi ke dalam 2 ruangan yaitu bale luar dan bale dalam.  Pemandu kami lalu menjelaskan bahwa bale luar adalah area untuk menerima tamu sekaligus ruang tidur bagi laki- laki.  Walaupun dipergunakan untuk menerima tamu namun jangan anda bayangkan ada seperangkat kursi tamu di bale luar ini. Saya hanya menemui tempat tidur dan lemari serta beberapa barang - barang lainnya.

Bale dalam letaknya di belakang dari bale luar dan dihubungkan oleh anak tangga.  Untuk mencapai pintu masuk ke bale dalam yang ukurunnya lebih mini lagi dibandingkan dengan ukuran pintu masuk rumah, anda harus menapaki 3 anak tangga.  Jumlah anak tangga ini pun tidak sembarangan dan memiliki arti tersendiri.  Menurut sang pemandu, jumlah anak tangga itu sesuai dengan filosofi suku Sasak yaitu Wetu Telu dimana menurut kepercayaan suku Sasak hidup manusia itu termaknai dalam 3 tahapan yaitu lahir, berkembang dan mati.  Bale dalam adalah ruang yang lebih privasi bagi suku Sasak si pemilik rumah.  Di bale dalam ini terdapat tungku untuk memasak dan ruangan tidur untuk perempuan yang juga digunakan untuk ruangan melahirkan.  Bale dalam tidak memiliki jendela dan penerangannya hanya berasal dari lampu  yang terletak di pojok ruangan.
Rumah suku Sasak ini seluruhnya terbuat dari bahan - bahan alami.  Dindingnya dari anyaman bambu dan atapnya dari rumbia.  Sementara lantainya juga hanya beralaskan tanah.  Satu lagi keunikan rumah suku Sasak ini adalah lantai rumahnya dilumuri oleh kotoran kerbau sehingga lebih liat.  Saya sendiri tidak mencium bau atau aroma kotoran kerbau selama berada di dalam rumah.

Setelah puas melihat - lihat rumah khas suku Sasak, kami pun keluar dan mendapati lumbung padi khas suku Sasak yang terletak di tengah desa.  Bangunan lumbung ini disebut berugak oleh masyarakat Sasak.  Berugak inilah yang menjadi ikon disetiap bangunan pemerintah yang terdapat di Pulau Lombok.  Berugak berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil bumi dan bagian bawah bangunannya yang tidak berdinding sering dipergunakan oleh masyarakat setempat sebagai tempat untuk berkumpul.


Kami juga mendapati bangunan Mesjid di desa wisata ini.  Informasi yang saya peroleh dari salah satu situs menyebutkan bahwa suku Sasak adalah penganut agama Islam namun menunaikan sholatnya hanya 3 waktu saja atau Wetu Telu. 






































Salah satu tradisi yang dipertahankan di desa ini adalah penggunaan sarung.  Hampir sebagian besar penduduk desa, baik laki - laki dan perempuan menggunakan sarung.

Desa Sade juga memiliki balai pertemuan untuk warga desanya.  Letaknya tidak jauh dari pintu gerbang desa.  Bangunannya dirancang tanpa dinding dan terbuat dari kayu tersebut cukup asri.

Usai sudah tur singkat mengelilingi Desa Sade, desa wisata suku Sasak di Lombok Tengah.  Terima kasih kepada Pak Umar yang telah memberikan kesempatan untuk singgah dan telah memuaskan keingintahuan saya akan uniknya budaya suku Sasak.  Terima kasih pula kepada Bapak Bambang Mulyana, salah satu anggota rombongan yang bersedia menemani saya berkeliling di Desa Sade
                                                                             suku sasak                                                                  

Menculik gadis Suku Sasak di Lombok semua akan berbuah di nikahkan.  Ya begitulah tradisinya. “Di sini, kalau pemuda melamar anak gadis secara baik-baik justru keluarga si gadis akan merasa diremehkan,” ucap Pak Seman, salah seorang penduduk Desa Sade Rambitan, di Lombok Tengah. “Terus gimana dong, Pak?” saya jadi makin penasaran.
Pak Seman menjelaskan bahwa sudah tradisi masyarakat Suku Sasak bahwa seorang gadis harus diculik terlebih dahulu sebelum dinikahkan. Jadi di masa kini, apabila seorang pemuda dan gadis sudah saling tertarik, mereka akan merencanakan penculikan. Di malam hari, si pemuda akan menculik si gadis dari rumahnya. Esoknya, ketika keluarga mengetahui anak gadisnya diculik, kemudian akan merencanakan pernikahan mereka berdua. Unik, bukan?
Desa Sade Rambitan adalah satu dari sedikit desa Sasak asli yang masih bertahan. Saat ini masih ada 150 keluarga yang menghuni desa ini. Menurut Pak Seman, desa ini sudah berdiri sejak tahun 1097 dan sudah ditinggali oleh 15 generasi.

Lumbung padi dengan bale-bale di bawahnya. (Olenka Priyadarsani)
Dari jalan raya, terlihat rumah-rumah tradisional suku Sasak yang beratapkan ijuk – terbuat dari jerami yang dikeringkan. Ada juga bangunan beratap melengkung, serupa dengan bentuk gedung Bandara Internasional Lombok. Ternyata, kata Pak Seman, itu adalah bentuk khas Pulau Lombok. Bangunan tambahan tersebut merupakan tempat untuk menyimpan padi yang sudah dipanen. Di bawahnya terdapat bale-bale untuk bercengkerama selain juga menjaga padi agar tidak dicuri.

Penduduk Desa Sade sebagian besar memang bertani padi, namun padi hasil panen tidak untuk dijual, melainkan untuk konsumsi pribadi. Mereka juga beternak kambing, sapi, dan kerbau.

Saya semakin tertarik untuk mendengar sejarah desa ini. Walaupun bersentuhan dengan dunia modern – listrik sudah ada sejak tahun 2001 – kehidupan masyarakat masih tradisional. Para lelaki mengenakan sarung dan perempuan memakai kain.

Penduduk juga menjual kerajinan tangan untuk para wisatawan. (Olenka Priyadarsani)
Untuk menambah penghasilan, mereka menenun kain dan membuat kerajinan tangan yang dijual pada wisatawan yang berkunjung. Kebetulan Sade Rambitan sudah menjadi desa wisata sejak tahun 1980-an.

Kain tenun yang dijual di Desa Sade. (Olenka Priyadarsani)
Proses membuat kain tenun sangat menarik karena dilakukan dari awal sampai akhir secara manual. Pewarnaan kain menggunakan tanaman, tidak ada bahan pewarna kimiawi. Hanya benang emas yang mereka beli.

Nenek pemintal benang. (Olenka Priyadarsani)
Seorang nenek terlihat sedang memintal kapas menjadi benang. Di sisi lain, seorang gadis muda berusia awal belasan tahun sedang menenun benang menjadi selendang. Di desa ini, anak gadis berusia 9-10 tahun sudah mulai diajari menenun kain.

Rumah tertua di desa ini, dengan lantai dilapisi kotoran kerbau. (Olenka Priyadarsani)
Kami tiba di rumah tertua yang ada di desa tersebut. Rumah tradisional suku Sasak terbagi menjadi dua ruangan. Ruangan bagian dalam adalah tempat untuk tidur anak-anak mereka yang masih gadis, merangkap sebagai dapur. Dapur terdiri dari tungku yang menyatu dengan tanah. Ruangan tersebut tertutup rapat hingga gelap gulita karena sinar matahari tidak dapat masuk. Ternyata itu dimaksudkan agar anak gadis mereka tidak mudah diculik. Dinding-dinding rumah terbuat dari anyaman bambu.
Yang paling unik dari rumah-rumah tradisional di sini adalah lantainya. Sudah umum apabila rumah tradisional berlantaikan tanah. Tapi berapa banyak yang dilapisi oleh kotoran kerbau? Rumah-rumah di Desa Sade ini secara berkala dipel menggunakan kotoran kerbau. Yang dahulu hanya berlantai tanah, karena kotoran kerbau tersebut, kini lantainya keras seperti disemen. Hingga kini, lantai rumah masih dipel dengan kotoran kerbau untuk menjaga agar tetap keras.

Dahulu kita sering mendengar bahwa Suku Sasak menganut agama Islam, namun menjalankan salat wajib 3 kali sehari – disebut Wektu Telu. Agama Islam yang demikian dahulu banyak dipengaruhi oleh ajaran Hindu Bali. Menurut Pak Seman, di Desa Sade saat ini ajaran tersebut sudah tidak dilaksanakan karena masyarakatnya sudah menjalankan shalat wajib lima kali sehari.

Desa Sade Rambitan ini hanya berjarak 5 km dari Bandara Internasional Lombok, hanya sekitar 30 menit dari Mataram. Walaupun pendidikan sudah merambah generasi muda di desa ini dan desa-desa sekitarnya, pernikahan pada usia muda masih sering ditemui. Sangat umum seorang gadis berusia 14-15 tahun dinikahkan.

Indonesia memiliki ratusan desa tradisional seperti Sade ini, yang layak untuk dilestarikan. Saya mengucapkan selamat tinggal pada Pak Seman dan melanjutkan perjalanan untuk melihat pantai-pantai baru di Lombok Selatan yang luar biasa cantik.

Kampung SASAK SADE

                                                            DUSUN SADE                                                          
                                                                                                                                                                   
Pulau Lombok yang terletak di sebelah timur Pulau Bali ini selain memiliki alam dan panorama pantai yang sangat indah dan mempesona, Pulau Lombok ini juga memiliki kekayaan budaya tradisional yang sangat beraneka ragam. Salah satu dari kekayaan budaya tradisional yang terdapat di Pulau Lombok ini dan juga masih terpelihara dengan baik adalah Dusun Tradisional Sasak Sade. Dusun Sade atau Sade Village ini berada di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut. Desa ini terletak di wilayah bagian selatan Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat - NTB. Jika anda ingin berkunjung atau menuju Pantai Kuta Lombok, maka anda akan melewati dan akan melihat Dusun Sade Lombok ini, karena Dusun Sade ini letaknya berada di pinggir jalan. Dusun Sade atau Sade Village ini adalah merupakan salah satu Desa Tradisional Sasak (suku asli Pulau Lombok) atau sebuah perkampungan suku Sasak asli yang masih mencoba mempertahankan dan menjaga keaslian sisa-sisa kebudayaan Sasak lama sejak zaman pemerintahan Kerajaan Pejanggik di Praya, Kabupaten Lombok Tengah sampai sekarang. Masyarakat yang tinggal di Dusun Sade Lombok ini adalah suku Sasak dengan sistim sosial dan kehidupan keseharian mereka yang masih sangat kental dan memegang teguh adat tradisi Sasak tempo dulu. Bahkan arsitektur rumah adat khas Sasak juga masih bisa anda lihat berdiri kokoh dan terawat dengan baik, Bangunan tradisional Sasak yang bisa anda temui di perkampungan Dusun Sade Lombok terdiri dari dua jenis yang disebut dengan Bale Tani dan Lumbung. Bale Tani adalah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal, dan Lumbung adalah bangunan yang biasa digunakan sebagai tempat menyimpan padi, hasil panen atau untuk menyimpan segala kebutuhan. Rumah adat suku Sasak yang juga disebut Bale Tani ini terbuat dari kayu dengan dinding-dinding yang terbuat dari anyaman bambu dan beratapkan daun rumbia atau daun alang-alang kering. Lantai dari Bale Tani ini adalah campuran tanah, getah pohon dan abu jerami yang kemudian diolesi dengan kotoran kerbau. Bale Tani terbagi menjadi dua bagian yaitu Bale Dalam dan Bale Luar. Ruangan Bale Dalam biasanya diperuntukkan untuk anggota keluarga wanita, yang sekaligus merangkap sebagai dapur. Sedangkan ruangan Bale Luar diperuntukkan untuk anggota keluarga lainnya, dan juga berfungsi sebagai ruang tamu. Antara Bale Dalam dan Bale Luar ini dipisahkan dengan pintu geser dan anak tangga. Di dalam ruangan Bale Dalam ini terdapat dua buah tungku yang menyatu dengan lantai terbuat dari tanah liat yang digunakan untuk memasak. Masyarakat di perkampungan Dusun Sade Lombok ini biasanya memasak dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Bale Dalam ini tidak memiliki jendela dan hanya memiliki satu buah pintu sebagai jalan untuk keluar-masuk yang hanya terletak di bagian depan Bale.
Di bagian depan rumah terdapat bangunan yang disebut dengan Lumbung yang digunakan untuk menyimpan padi, hasil panen lainnya dan tempat menyimpan segala kebutuhan. Selain Bale Tani dan Lumbung, masih ada lagi bangunan yang menjadi bangunan khas Sasak. Bangunan ini sering disebut dengan Berugak. Berugak adalah sebuah bangunan panggung berbentuk segi empat yang tidak memiliki dinding, tiangnya terbuat dari bambu beratapkan alang-alang, dan disangga oleh empat tiang (sekepat), atau enam tiang (sekenem). Berugak berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu, dan juga digunakan sebagai tempat untuk berkumpul, berbincang-bincang serta bersantai selepas bekerja atau sebagai tempat pertemuan internal keluarga. Biasanya Berugak terdapat di depan samping kiri atau samping kanan Bale Tani. Dusun Sade Lombok ini dihuni oleh 260 Kepala Keluarga atau sekitar 715 jiwa. Mata pencaharian penduduk di Dusun Sade Lombok ini adalah bertani dan pekerjaan menenun adalah pekerjaan sambilan kaum wanita di sini setelah selesai bekerja di sawah. Mereka menenun dengan hanya mengunakan alat tenun tradisional yang sangat sederhana. Hasil tenunan mereka beraneka ragam seperti taplak meja, kain sarung, kain songket, selendang, dan lain-lain. Hasil tenunan itu mereka kumpulkan untuk dijual di art shop koperasi. Suasana di kampung Dusun Sade Lombok ini terdiri dari gang-gang sempit yang bertingkat sehingga salah satu cara untuk bisa melihat-lihat keadaan sekitar kampung ini adalah dengan berjalan kaki. Masyarakat di Dusun Sade Lombok juga memiliki adat atau tradisi menanam batu nisan untuk orang yang sudah meninggal. Penanaman batu nisan ini dilakukan tergantung dari pada kemampuan keluarga yang ditinggalkan yang dihadiri oleh keluarga yang ditinggalkan dan mengundang tetangga untuk melakukan acara selamatan dengan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an sampai Subuh. Bagi keluarga mereka yang mampu biasanya tradisi penanaman batu nisan ini dilakukan seminggu setelah meninggal, tapi bagi mereka yang kurang mampu biasanya tradisi ini dilakukan pada 100 harinya. Dusun Sade Lombok ini memang masih kental dengan budaya dan citra tradisional. Budaya gotong royong masih tetap mereka lestarikan hingga saat ini. Budaya gotong royong mereka tersebut tampak pada saat rumah salah seorang warga mengalami kerusakan, para tetangga secara sukarela ikut membantu memperbaikinya dari mengayam alang-alang hingga menaikkan atap dan mengganti dinding, mereka lakukan semua itu bersama-sama secara bergotong royong dan sukarela. Ini adalah sebuah cermin dari budaya dan kearifan Suku Sasak Sade Lombok yang perlu kita tiru dan ambil sebagai contoh serta tauladan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Sasak Sade

                                  Dusun Sade - Desa Rembitan, Kec Pujut LoTeng                            

Dusun Sade terletak di Desa RAMBITAN Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak kurang lebih 30 kilometer dari kota Mataram. Untuk menemukan dusun ini tidak lah sulit karena berada tepat di tepi jalan raya Praya - Kuta pada bagian luar dusun terdapat papan nama besar bertulisan dusun Sade.
Dusun Sade merupakan salah satu perkampungan suku sasak yang merupakan suku asli masyarakat Lombok, bangunan di dusun Sade ini masih sangat tradisional setiap bangunan terbuat dari kayu dan bilik bambu pada dindingnya serta beratapkan ijuk jerami.
Rumah Tradisional Adat Sasak
Rumah Tradisional Adat Sasak
Bentuk rumah penduduk sangat unik yaitu terdiri dari 2 ruang, ruang pertama bagian depan ruang yang terdapat setelah kita memasuki pintu utama rumah setelah itu terdapat ruang dalam yang letak lantainya lebih tinggi 2 anak tangga dari lantai ruang depan, untuk memasuki ruang dalam kita harus melewati pintu kayu yang berukuran kecil dengan tinggi sekitar 150 cm dan berbentuk oval.
Di ruang dalam ini terdapat 2 tungku untuk memasak yang terbuat dari tanah dan menyatu dengan lantainya. Masyarakat Sade memasak menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya, tidak jauh dari tungku terdapat ruang dengan dinding bilik bambu yang merupakan ruang tidur. Jarak antara lantai dengan atap sangat tinggi sehingga udara di dalamnya terasa sejuk. Rumah-rumah berjajar rapi dengan tinggi yang hampir sama antara satu rumah dengan rumah yang lainnya sehingga terkesan sangat rapih.
Kehidupan Desa Tradisional Adat Sasak
Kehidupan Desa Tradisional Adat Sasak
Pada bagian luar rumah tepatnya di depan rumah terdapat bagunan lumbung padi yang bentuknya sangat khas, pada bagian bawah lumbung terdapat bale-bale tempat penduduk berinteraksi sekaligus menjaga lumbung. Jalan penghubung antara rumah masih terbuat dari tanah tetapi ada beberapa bagian jalan yang sudah dibuat dengan semen dan ubin.
Mata pencarian penduduk adalah bertani sementara para wanitanya bertenun membuat kain sendiri dengan motif khas cicak, hasil tenun di pasarkan pada art shop dan juga di sekitar rumah dengan harga bervariasi tergantung ukuran dan tingkat kerumitan proses pembuatan kain tenun.
Selama di dalam dusun ini sangat terasa kenyamanan dan kedamaian lingkungan, kenyamanan yang sangat sulit didapat di kota besar, walaupun dusun Sade berada di tempat keramaian tepi jalan raya sungguh terasa sekali petualangan saat berada di dalamnya.
Dusun Sade merupakan salah satu dusun tradisional yang masih bertahan diantara ratusan dusun tradisional yang ada di Indonesia dan merupakan kekayaan budaya negara kita. Semoga tetap bertahan di tengah derasnya arus modern.